Al-Ghozali
Oleh Saefuin, Lb
A. Pendahuluan
Dunia Islam mempunyai tokoh-tokoh filsafat yang tidak hanya berpengaruh di masanya. Namun mereka juga berpengaruh di masa setelahnya. Mereka tidak pernah mati meskipun jasad mereka telah beratus-ratus tahun di bawah permukaan tanah.
Salah satu dari mereka adalah Imam Al-Ghozali, seorang tokoh multi disipliner. Ia tidak hanya filosfof tapi juga sufi, ilmuan, cendikiawan, dan ulama’. Pemikirannya tidak hanya diadopsi oleh kalangan Muslim tapi juga nonmuslim. Karyanya tidak hanya mengisi rak-rak perpustakaan domestik tapi juga perpustakaan dunia.
Atas dasar inilah, penulis ingin mengungkap sedikit tentang beliau melalui makalah sederhana ini.
B. Identitas pribadi
Nama lengkap al-Ghozali adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad At-Thusy. Ia dilahirkan pada tahun 450 H / 1058 M di Gahzal, Thsus, provinsi Khurasan, Republik Islam Iran, berdarah persi
Nama kunyahnya adalah Abu Hamid karena ia mempunyai putera yang bernama Hamid. Nama panggilanya adalah al-Ghozai, dinisbahkan kepada profesi ayahnya sebagai penenun wol. Dan di barat, Al-Ghozali dikenal dengan nama Algazel.
Ia bergelar hujjatul Islam yang berarti pembela Islam. Gelar ini disematkan kepada beliau karena pembelaannya sangat sangat mengagumkan terhadap Islam, terutama sanggahanya kepada kaum Bathiniyyah Isma’iliyyah dan para filosof. Para sarjana barat menyebutnya Muslim terbesar setelah Nabi Muhammad karena kebesarannya
C. Perjalanan hidup
Al-Ghozali mengawali dunia intlektualnya dari belajar menulis kepada ayahnya. Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya diserahkan ke suatu madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi para muridnya. Di madrasah ini, Al-Ghozali bertemu dan berguru dengan Yusuf al-Nassaj, seorang sufi terkenal di masanya.
Setelah gurunya , Yusuf al-Nassaj meninggal, Al-Ghozali belajar di Thus pada Ahmad ibn Muhammad al-Razakanya al-Thusi, di Jurjan pada Abu Nashr al-Ismaily, dan pada akhirnya, ia masuk Madrasah Nizamiyyah yang dipimpin oleh Imam al-Haromain. Dari merekalah, al-Ghozali menimba dan menguasai ilmu fikih, teologi, dan logika.
Di Madrasah Nizamiyyah ini, Al-Ghozali mengawali karya ilmiahnya di bidang ilmu fikih dengan menuliskan pemikirannya dalam kitab Mankhul fi ilmi al-Ushul, bertemu dan menimba ilmu tasawuf pada Abu Ali Al-Fadhl bin Muhammad ibn Ali al-Farmadhi (w. 477 H), bertemu dengan guru besarnya, Al-Juwaini, dan diangkat menjadi guru besar Madrasah Nizamiyah oleh Nizam al-Mulk, perdana mentri Sultan Bani Saljuk karena hubungan baiknya dan juga prestasi ilmiyahnya.
Di Baghdad, Al-Ghozali mulai mengadakan dan membuat halaqoh ilmiyah. Al-ghozali juga mulai aktif berpolemik dengan lawan debatnya, terutaman kaum Bathiniyyah Ismailiyyah dan filosof.
Pada masa ini, keraguan intelektual yang oleh sarjana barat disebut skepticisme menghinggapinya. Al-Ghozali meragukan kebenaran (makrifat) baik yang bersifat empiris maupun rasionalis. Keraguan ini membuatnya menanggalkan segala gelar dan jabatannya sebagai rektor Madrasah Nizamiyah dan mengungsi serta beruzlah ke Masjid Jami’ Damaskus untuk beribadah dan berkontempelasi selam dua tahun.
Pada tahun 490 H/ 1098, Al-Ghozali berziarah ke makam Nabi Ibrahim di Palestina, berhaji di Makkah, dan makam Nabi Muhammad di Madinah untuk berikhtiyar mengobati keraguannya.
Semua usahanya tidak percuma. Di tahun yang sama, Al-Ghozali berhasil mengobati krisis jiwanya. Atas desakan perdana mentri Nizam al-Mulk, Al-Ghozali kembali ke Madrasah Nizamiyah dan memimpin kemabali madrasah itu.
Setelah perdana mentri Nizam al-Mulk mati terbunuh, Al-Ghozali kembali ke Thus dan mendirikan madrasah Khan-Kah. Di madrasah itu, ia mengajar tasawuf sampai ajal menjemputnya. Pada tanggal 14 Jumadil akhir 505 H yang bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1111, Al-Ghozali menutup matanya dan menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang ke-55 .
Dai uraian singkat sejarah al-Ghozali di atas, kita dapat menangkap kesan bahwa Imam Al-Ghozali hidup pada saat duni ilmiah mengalami kemajuan yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ilmuan yang hidup di masanya dan juga dari perhatian yang tinggi dari pemerintahan akan perkembangan ilmu dan teknologi. Jadi sangat wajar jika ia tumbuh dan menjadi orang besar, karena ia hidup di kalangan orang-orang besar.
D. Prestasi dan Karya
Sebagai tokoh besar, kebesaran Al-Ghozali dapat dilihat dan diteliti melalui karya-karya agungnya yang mengisi rak-rak perpustakaan dunia baik berupa teks aslinya atau terjemahannya.
Azyumardi Azra memasukkannya dalam buku Historiografinya dengan menjulukinya penemu pusat paru jantung .
Di bidang fikih mazhab al-Syafi’i, ia meninggalkan warisan ilmiyah berupa: Al-Basith, Al-Wajiz, Al-Wasith, dab Al-Khulasoh .
Di bidang ushul fikih, ia mewariskan kitab Al-Mnkhuul, Al-Mustashfa, dan Tahdzibul Ushul .
Di bidang filsafat, ilmu kalam, dan logika, ia menorehkan tinta ilmiyyah dalam Maqasid al-Falasifah, Tahaful al-Falasifah, Al-Munqis min al-Dlolal, Al-Iqtisad fi al-I’tiqod, Faishal al-Tafriqot, Qowaid al-Aqoid, Al-Maqshod al-Atsna fi Syarh Asmaillah al-Husna, Miryat al-Ilmi, Mihak an-Nadzar, al-Qisthos al-Mustaqim, Iljm al-Awam ‘an ilmi al-Kalam, Jawahir al-Quran, Kimya al-Sa’adah, Maraji al-Quds, dan Misykat al-Anwar.
Di bidang akhlak, tasawuf, dan pendidikan, ia menuliskan ide dan pemikirannya dalam kitab Ihya ulum al-Din, Minhaj al-Abidin, Bidayat al-Hidayat, Mizan al-Amal, Mi’raj al-Salikin, dan Ayyuha al-Walad.
Dan di bidang perbandingan agama, ia mengemukakan argumentasi ilmiyahnya dalam buku al-Qoul al-Jamil fi al-Rodd ala Man Ghoyyara al-Injil, Fadhoihul Bathiniyyah, Hujjat al-Haq, dan Mafashih al-Khilaf.
E. Komentar-komentar
Sebagai tokoh agung, Al-Ghozali tidak lepas dan komentar-komentar baik dari tokoh di masanya maupun di masa setelah ia wafat. Imam al-Haromain, gurunya menyanjungnya dengan mengatakan,” Al-Ghozali adalah samudra yang luas.”
Abu Hasan Abdul Ghofir al-Farisi, ulama semasanya, mengatakan,” Al-Ghozali adalah hujjatul Islam dan hujjah bagi seluruh umat Islam. Ia adalah imam dari seluruh tokoh agama. Mata manusia tidak akan menemukan orang yang selefel dengan beliau dalam kafasihan lisan, kehebatan berbicara dan kepandaian ilmu dan karakternya. ”
As-Subki menyanjungnya dengan agak berlebihan (penulis) dengan mengatakan, “ Seandainya ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, maka manusianya adalah Al-Ghozali.”
Dari sekian banyak komentar, mungkin komentar Syekh Muhammad Mushthafa al-Maraghi, mantan syeikh al-Azhar saat ia memberikan pengantar sebuah buku yang ditulis oleh Ahmad Farid al-Rifa’i yang dapat melukiskan kebesarannya. Beliau mengatakan,” Ketika disebutkan naman ulama, maka pikiran kita sering mengatikan dengan bidang keilmuan yang menjadi keahliannya. Bila disebutkan nama Ibn Shina, maka akan terbesik dalam hati kita bahwa ia adalah filosof muslim yang agung. Jika disebutkan nama Bukhori dan Muslim, maka kita akan segera mengenang mereka sebagai ahli hadits yang teliti dan ulet.
Sedangkan, saat nama Al-Ghozali disebut, maka terbayang di pikiran kita akan banyaknya disiplin ilmu yang beliau kuasi. Al-Ghozali tidak hanya ahli dalam satu disiplin ilmu namun ahli di banyak bidang ilmu. Al-Ghozali adalah ahli filsafat yang mahir, ahli fikih yang bebas, teolog, imam ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, sosiolog, filosof, dan juga kritikus filsafat. ”
Namun ada juga yang menuduhnya sebagai biang keladi kemunduran Islam karena serangan beliau terhadap filsafat. Mesikipun sebenarnya tuduhan itu agaknya merupakah simplifikasi masalah yang tidak proporsional dan mendasar.
Komentar-komentar itu baik yang bernada negatif maupun yang positif tidak mengurangi kebesarannya. Justru kebesarannya dapat dilihat dari komentar-komentar itu karena pada dasarnya, tidak ada satupun tokoh sejarah yang mengukir tinta emas yang lepas dan selamat dari komentar-komentar sekalipun Rosulullah SAW.
F. Kesimpulan
Imam Al-Ghozali adalah orang besar dengan prestasi besar, jasa besar, dan pengaruh besar. Dalam mencapai kebesaran itu, Imam Al-Ghozali harus mencurahkan usaha yang besar, kesabaran yang besar, pengorbanan yang besar, dan keteguhan yang besar. Maka dari itu, untuk menjadi orang besar, kita harus mengaca kepada orang besar dan menapaki jalannya menuju kebesarannya.
G. Daftar Rujukan
Al-Qardhawi, Yusuf. 1988. Pro-Kontra Pemikiran Al-Ghozali. Terjemahan oleh Achmad Satori Ismail.1997. Surabaya: Risalah Gusti.
Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta: Gramedia.
Hamdi, Ahmad Zainul. 2004. Tujuh Filsuf Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Zar, Sirajuddin. 2004. Filasat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Filsafat al-ghazali
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar