RSS

pengertian dan perbedaan tafsir, ta`wil, dan tarjamah, dan sistematika penuolisannya

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an Al-Karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandumg hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga dapat bahagia hidup baaik di dunia dan juga di akhirat.
Al-Qur’an Al-Karim dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan ada yang di arahkan pada kaum muslimin sendiri yang disebut ijtihad.
Begitu pula halnya tafsir Al-Qur’an berkembang mengikuti irama perkembangan masa dan memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu generasi. Tiap-tiap masa dan generasi menghasilkan tafsir-tafsir al-Qur’an yang sesuai dengan kebutuhan dan keperluan generasi itu dengan tidak menympang dari hukum-hukum agama.
Allah menurunkan al-Qur’an untuk dibaca dengan penuh penghayatan (Tadabbur), meyakini kebenarannya dan berusaha untuk mengamalkannya. Allah berfirman,” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Oleh karena itu, agar kita bisa mewujudkan perintah Allah tersebut, seorang harus bisa memahami makna dan kandungannya dan disini sangat diperlukan perangkat metodologi penafsiran yang berfungsi mengarahkan penafsiran itu sendiri. Dengan demikian, maka sangat penting sekali kita mengetahui metodologi tafsir.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metodologi dan sistematika

1. Pengertian Metode dan Metodologi
Dalam bahasa inggris kata metode ditulis method yang berarti jalan (way), cara (procedure) . Dalam bahasa arab metode disebut manhāj, tharīqah dan uslūb . Dalam bahasa Indonesia, metode mengandung arti “cara teratur yang digunakan untuk memudahkan pelaksanaan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu yang dikehendaki ”.

Sedangkan metodologi berasal dari bahasa yunani yaitu methodos dan logos. methodos dikenal dengan metode yang diartikan dengan cara. Sedangkan logos adalah ilmu pengetahuan. Berdasarkan pengertian tersebut, metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu); penjelasan serta penerapan cara . Dari makna tersebut dapat dibedakan pengertian antara metode dan metodologi.

2. Pengertian Sistem dan Sistematika
Kata sistem dalam bahasa Indonesia memiliki arti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas .
Sedangkan sistematika adalah urutan atau susunan. Dalam kamus besar bahasa indonesia ditulis bahwa sistematika adalah pengetahuan tentang klasifikasi (penggolongan) .


Menurut para ahli tafsir Sistematika (tartib) penyusunan dalam penulisan kitab tafsir dikenal ada tiga macam :
1. Sistematika Mushafi
Yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalaam mushaf, dengan dimulai dari surat al-fǎtihah, al-baqarah, dan seterusnya sampai al-nǎs
2. Sistematika Nuzuli
Yaitu penafsiran al-Qur’an berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Qur’an, contohnya adalah kitab al-tafsīr al-hadīs karyanya Muhammad ‘Izzah Darwazah.
3. Sistematika Maudhǔ’i
Yaitu menafsirkan al-Qur’an berdasarkan topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topic tersebut dan kemudian ditafsirkan.

3. Perbedaan Metodologi dan Sistematika
 Metodologi : ilmu tentang metode atau pembahasan tentang cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisis sesuatu).
 Sistematika : urutan atau tertib

B. Pengertian Tafsīr, Ta’wīl dan Terjemah

1. Pengertian Tafsir
a) Menurut Etimologi (Bahasa)
Tafsir menurut bahasa (etimologi) adalah menjelaskan (al-īdhah), menerangkan (al-tibyān), menampakan (al-izhār), menyibak (al-kasyf) dan merinci (al-tafsīl) . Kata tafsir mengikuti wazan “taf’īl” dari kata al-fasr yang berarti al-bayān dan al-kasyf . Dalam lisan arab disebutkan bahwa kata merarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “al-tafsīr” berarti menyingkap maksud suatu lafad yang muskil. Sebagaimana firman Allah SWT:

ولا يأتونك بمثل الا جئناك بالحق واحسن تفسيرا
“Tidaklah mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik tafsirnya”.
Sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa kata tafsir aadalah kata kerja yang terbalik, yakni berasal dari kata “safara” yang juga memiliki makna menyingkap (al-kasyf) seperti contoh سفرت المرأة سفورا artinya perempuan itu menyingkap/membuka cadarnya.
Menurut Al-Raghib, kata “al-fasr” dan “al-safr” adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafadnya. Tetapi kata digunakan untuk (menunjukan arti) menampakan (mendzahirkan) makna yang absrtak. Sedangkan kata digunakan untuk menampakan benda kepada penglihatan mata .
Ada juga yang mengemukakan bahwa kata tafsir berasal dari “tafsirah”| yakni urine yang dipergunakan untuk menunjukn adanya penyakit. Dan para dokter menrlitinya berdasarkan urine untuk menunjujakan adanya penyakit bagi seseorang . Maka kita dihadapkan pada dua hal, yaitu tafsirah, materi yang diamati dokter untuk menyingkap suatu penyakit. Dan tindakan pengamatan itu sendiri dari ihak dokter. Ini berarti tafsir adalah menemukan penyakit, menuntut adanya materi (objek) dan pengamatan (subjek)

b) Menurut Terminologi (Istilah)
Menurut Abu Hayan tafsir adalah
علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ القرأن ومدلولاتها واحكامها الافرادية والتركيبية ومعانها التى تحمل عليها حالة التركب وتتمات لذلك

ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh al-Qur’an, indicator-indikatornya, masalah hukum baik yang independen maupun yang berkaitan dengan yang lain serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan kondisi struktur lafazh yang melengkapinya.
Menurut Al-Zakarsyi,
التفسير : علم يفهم به كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج احكامه وحكمه
“Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-hikmahnya”. .
Pengertian tafsir menurut istilah banyak pendapat yang mengungkapkannya, namun prinsipnya sama yakni saling melengkapi, sehingga dapat disimpulkan menjadi 2, yaitu :
a. Tafsir dalam Arti Sempit
Menerangkan lafazh-lafal ayat dan I’robnya serta menerangkan segi-segi sastera susunan al-Qur’an dan isyarat-isyarat ilmiyahnya. Pengertian tafsir semacam ini lebih banyak merupakan penerapan kaidah-kaidah bahasa saja, daripada penafsiran dan penjelasan kehendak Allah dan petunjuk-Nya.

b. Tafsir dalam Arti Luas
Menjelaskan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan ajaran-ajaran hukum serta hikmah Allah didalam mensyari’atkan hokum-hukum kepada umat manusia dengan cara yang menarik hati, membuka jiwa, dan mendorong orang untuk mengikuti petunjuk-Nya.
Jadi, dapat dipahami bahwa tafsir pada dasarnya adalah rangkaian penjelasan dari pembicaraan (teks al-Qur’an) atau penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh seorang mufassir.
2. Pengertian Ta’wil
a) Menurut Etimologi (Bahasa)
Kata ta’wīl berasal dari kata al-awl, yang berarti kembali (ar-rujǔ’) aatau dari kata al-ma’ǎl yang artinya tempat kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti kesudahan. Ada yang menduga bahwa kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang berarti mengatur (al-siyasah)

b) Menurut Terminologi (Istilah)
Dari pengertian ta’wil secara bahasa tersebut, maka menuru istilah ta’wil memiliki dua makna/ pengertian, yaitu :
1. Ta’wil kalam dengan arti suatu makna yang menjadi tempat kenbali perkataan pembicara atau suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam itu biasanya kembali pada makna aslinya yang merupakan esensi yang dimaksud. Hal ini ada dua macam yakni: insya’ dan ikhbar. Insya’ adalah amr.
a. Ta’wil Al-Amr, penakwilan pada perbuatan yang diperintahkan, misalnya hadis yang diriwayatkan dari aisyah berkata: Rasulallah ketika ruku’ dan sujud mengucapakan : سبحانك اللهم وبحد ك اللهم اغفر لى beliu rasulallah SAW mena’wilkan al-Qur’an, yakni :
فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان توابا
b. Ta’wil Al-Ikhbar, pena’wilan pada esensi berita yang benar-benar terjadi misalnya firmaan Allah SWT :

وَلَقَدْ جِئْنَاهُم بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُون( )هل ينظرون إلا تأويله يوم يأتي تأويله يقول الذين نسوه من قبل قد جاءت رسل ربنا بالحق فهل لنا من شفعاء فيشفعوا لنا أو نرد فنعمل غير الذي كنا نعمل قد خسروا أنفسهم وضل عنهم ما كانوا يفترون

2. Ta’wil kalam pada penafsirannya dan menjelaskan maknanya. Pengertian inilah yang yang dimaksud ibnu jarir dalam tafsirnya.
Muhammda Husayn Al-Dzahabi mengemukkan, menurut pandangan salaf ta’wil memiliki dua pengertian juga, yaitu :
1. Takwil adalah menjelaskan suru pembicaraan (teks) atau menerangkan maknya tanpa mempersoalakan apakah penjelasan dan keterangan itu sesuai dengan yang tersurat atu tidak.
2. Talwil adalah subtansi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan itu sendiri (nafs al-mufrad bi al-kalǎm). Kalau pembicaarn itu berupa tuntutan, maka ta’wilnya adalah perbuatan yang dituntut oleh ta’wil itu sendiri. Jika pembicaraan itu berupa berita, maka ta’wilnya suntansi dari sesuatu yang diinformasikan.
Jika penjelasan tersebut diamaati dengan seksama, makna pertama dan kedua sangan berbeda. Makna yang pertama memandang ta’wil identik dengan benar dengan tafsir, sehingga dengan demikian makna ta’wil berwujud pada pemahaman yang bersifat dzimmi (penalaran) selain lafal (teks). Sedangkan makna tafsir yang kedua semata-mata hakikay sesuatu yang terdapat dibalik (diluar) sesuatu itu sendiri.
Sedangkan menurut ulama’ khalaf (komtemporer) yang didukung oleh ulama’ fuqaha (akli hukum islam), mutakallimin (para teolog) dan ahli hadits mengartikan bahwa ta’wil sebagai pengalihan lafadz diri makna yang kuat (rǎjih) kepada ma’na yang lain yang dikuatkan atau dianggap kuat (marjǔh) karena ada dalil yang mendukung. Misalnya kata yadun dala firman Allah:
يد الله فوق ايديهم
“Tangan Allah di atas tangan mereka”
Makna yang kuat dari kata yadun adalah tangan, sedangkan makna yang dikuatkan (marjǔh) nya adalah kekuasaan.
3. Pengertian Terjemah
a) Menurut Etimologi (Bahasa)
Kata terjemah berasal dari bahasa arab, “tarjama” yang berarti menafsirkan dan menerangkan dengan bahasa yang lain (fassara wa syaraha bi lisǎnin ǎkhar), kemudian kemasukan ta’ marbutah menjadi al-tarjamatun yang artinya pemindahan/penyalinan dari suatu bahasa ke bahasa lain (naql min lighatin ilǎ ukhra)

b) Menurut Terminologi (Istilah)
Kata terjemah dapat dibagi menjadi pada dua bagian :
1. Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2. Terjemah maknawiyah atau terjemah tafsiriyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat denga tertib kata-kata bahasa asal atau tanpa memperkatikan susunan kalimatnya

4. Persamaan dan Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
a. Persamaan dan Perbedaan diantara Ketiganya.
Dari beberapa penjelasan yang telah penulis paparkan tentang definisi Tafsir, Ta’wil dan Terjemah dapat diketahui bahwa antara ketiganya ada persamaan dan juga ada perbedaan .
1) Persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
a) Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an
b) Ketiganya sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an
2) Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
a) Tafsir : menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar, lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut
b) Ta’wil : mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dari arti yang lahir dan rǎjih kepada arti lain yang samar dan marjuh.
c) Terjemah : hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain tanpa memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar dan tidak menyimpulkan dari isi kandungannya.
b. Pesamaan dan Perbedaan antara Tafsir dan Ta’wil
Ada beberapa pendapat ulama’ tentang persamaan dan perbedaan antara tafsir dan ta’wil, diantaranya:
1) Menurut Abu Ubaidah, tafsir dan ta’wil memiliki satu arti kerena keduanya merupakan sinonim sehingga yang satu dan lainnya digunakan untuk pengertian yang sama. Ada kitab tafsir yang menggunakan kata ta’wil untuk maksud tafsir dan sebaliknya. Misalnya, kitab jami’ al-bayǎn fī ta’wīl al-Qur’an karya al-Thabari dan kitab muhasin al-ta’wil karya Muhammad Jalal al-Din al-Qasimi
2) Menurut Abu Nashr Al-Qusyairi, tafsir hanya terbatas pada ayat-ayat al-Qur’an yang lebih mengandalakan pada penglihatan dan pendengaran. Sedangkan ta’wil pemahamannya lebih banyak bergantung pada hal-hal yang bersifat ijtihad. Dengan kata lain, tafsir lebih banyak mengacu pada riwayat (pendengaran atau periwayatan), adapun ta’wil lebih banyak pada dirãyah (analisis) .
3) Abu Thalib al-Taghlabi mengemukakan bahwa kalau tafsir adalah menerangkan objek lafadz (redaksi teks), sedangkan ta’wil adalah menjelaskan subtansi teks (bathin al-lafzh).
4) Menurut Al-Raghib, tafsir lebih umum daripada ta’wil. Istilah tafsir lebih banyak digunakan dalam konteks lafazh dan mufradǎt. Sedangkan ta’wil lebih banyak digunakan untuk persoalan makna (isi) dari rangkaian teks secara keseluruhan (mujmal)
C. Pengertian Metodologi Tafsir
Dari beberapa pengertian tentang metodologi dan sistematika, kemudian tentang apa itu tafsir, ta’wil dan terjemah serta persamaan dan perbedaannya, maka sekarang penulis akan menjelaskan tentang pengertian metodologi tafsir.
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan diatas bahwa metodologi itu berasal dari bahasa yunani yaitu methodos dan logos. methodos dikenal dengan metode yang diartikan cara. Sedangkan logos adalah ilmu pengetahuan. Maka metodologi adalah adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu). Sedangkan tafsir adalah rangkaian penjelasan dari pembicaraan (teks al-Qur’an) atau penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh seorang mufassir.
Metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud oleh Allah SWT dalam ayat-ayat al-Qur’an. Sedangkan metode tafsir itu sendiri adalah seperangkat cara atau aturan yang harus ditaati ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Berdasarkan makna tersebut, maka data dibedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir. Kalau metode tafsir merupakan cara-cara penafsiran al-Qur’an, sementara metodologi tafsir adalah ilmu tentang cara penafsiran itu. Pembahasan yang bersifat teoritis dan ilmiah tentang metode disebut analisis metodologis. Jika penbahasan itu nerkaitan eraat dengan cara penerapan metode itu terhadap ayat-ayat al-Qur’an disebut pembahasan metodik. Cara penyajian aatau formulasi tafsir disebut teknik atau seni penafsiran .
Jadi, metode tafsir merupakan aturan atau kaidah yang digunakan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an sedangkan tekniknya ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah yang tertuang dalam metode, senentara metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah atau ilmu tentang metode-metode penafsiran al-Qur’an.
BAB III
KESIMPULAN

Dari beberapa uraian di atas, penulis akan menyimpulkan beberapa hal yang sangat penting yang berkaitan dengan pengertian metodologi tafsir. Antara lain:

1. Kata Metodologi berasal dari bahasa yunani yaitu methodos dan logos. methodos dikenal dengan metode yang diartikan cara atau jalan. Sedangkan logos adalah ilmu pengetahuan. Jadi, metodologi adalah adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu).

2. Kata tafsir para ulama’ berbeda pendapat ada yang mengatakah bahwa kata tafsir berasal dari kata fasara, ada juga pendapat kata tafsir berasal dari kata safara. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kata tafsir berasal dari kata tafsirah.

3. Tafsir pada dasarnya adalah rangkaian beberapa penjelasan dari pembicaraan (teks al-Qur’an) atau penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh seorang mufassir.

4. Tafsir, ta’wil dan terjemah ketiganya mempunyai persamaan dan juga mempunyai perbedaan. Persamaannya adalah ketiganya merupakan sarana untuk memahami al-Qur’an. Sedangkan perbedaannya sangat banyak yang menjelaskannya.

5. Metodologi tafsir sangat penting sekali untuk diketahui terutama bagi para mufassir, kerena bila seseoarang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tanpa menerapkan metode, maka penafsirannya akan keliru. Tafsir yang tidak menggunakan metode seperti inilah yang disebut tafsir bi al-ra’yi al-mahdh (tafsir yang berdasarkan pemikiran semata) dan penafsiran seperti inilah yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.





SEJARAH PERKEMBANGAN METODE TAFSIR
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada ummat manusia dijadikan sebagai petunjuk dalam hidupnya, Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci ummat Islam yang selalu relevan sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk yang diberikannya kepada umat manusia dalam aspek kehidupan. Inilah sebabnya untuk memahami al-Qur’an di kalangan ummat Islam selalu muncul di permukaan, selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi. Allah berfirman:
•            •    
9. Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,
Agar fungsi al-Qur’an tersebut dapat terwujud, maka kita harus menemukan makna firman Allah swt saat menafsisrkan al-Qur’an dengan metode-metode yamg telah ditentukan dan disipplin ilmu sesuai dengan kemampuan mufassir. Upaya untuk menafsirkan ayat-ayat Qur’an untuk mencari dan menemukan makna-makna dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, untuk itu butuh dibahas perkembangan sejarah tafsir itu sendiri sejauh mana perkembangan tafsir.
Dalam makaah ini pemakalah akan membahas dengan rincian sebagai berikut
i. Pengertian Tafsir dan Pembagian Metode Tafsir
ii. Sejara Perkembangan metode tafsir




B. PEMBAHASAN
Secara etimologi tafsir bisa berarti: الايضاح والبيان والشرح (penjelasan), الكشف (pengungkapan) dan كشف المراد عن اللفظ المشكل (menjabarkan kata yang samar ) .
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya.
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini. Sebelum membahas lebih dalam sejarah tafsir pemakalah akan menerangkan pembagian metode tafsir dan definisi masing-masin metode.
1. Pembagian Metode Tafsir
Pengelompokkan macam-macam metode Tafsir
Metode tafsir Al-Qur’an dari segi bentuk sumber penafsirannya, ada 3 macam, yaitu:
1. Metode jTafsir Bi al-Ma’tsur / Bi al-Riwayah / Bi al-Manqul ,adalah cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber penafsiran Al-Qur’an sendiri dan Al-Hadits, dari riwayat sahabat dan tabi’in.
Contoh kitab yang mengunakan metode al-Ma’sur
 Jami’al Bayan Fi Tafiri Al-Qur’an: Ibnu Jarir Ath Thabari (wafat 310 H).
 Al Kasyfu Wa al-Bayan Fi Tafsiri Al-Qur’an: Ahmad Ibnu Ibrahim (427 H).
2. Metode Tafsir bi al-Ra’yi / Bi al-Dirayah Bi al-Ma’qul,yaitu cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiraan mufassir terhadap tuntutah kaidah bahasa Arab dan kesusasteraannya.
Contoh kitab yang mengunakan metode al-Ra’yi
 Mafatihu al Ghaib: Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H).
 Anwaru Al Tanzil wa Haqaiqu al ta’wil: Imam Al baidhawi (692 H).
3. Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari: adalah Tafsir ini biasa dipakai oleh kalangan sufi karena dalam penafsirannya lebih condong pada isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik ayat-ayat al-Quran yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya ataupun Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang diintepretasikan dengan memalingkan maknanya kapada makna yang lain (ta’wil). takwil Al Qur’an berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah swt.
 Al Jawahirul Fi tafsir Al-Qur’an: Thanthawi Al Jauhari (wafat 1358 H).
 Tafsir al Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (wafat 1371 H/ 1952 H).
A. Metode tafsir bila ditinjau dari segi metode terhadap tafsiran ayat-ayat Al- Qur’an, maka metode tafsir ada 4 metode
1. Metode tafsir Muqarin / Komparasi, yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicaara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadits (isi dan matan), antara pendapat mufassir dengan mufassir lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan
 Al Jami’ Li ‘ahkam ‘al-Qur’an: Imam Al qurthubi (wafat 671).
2. Metode Tafsir Ijmaly, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat Al-Qur’an secara global saja yakni tidak mendalam dan tidak pula secara panjang lebar, sehingga bagi orang awam akan lebih mudah untuk memahaminya.
 Tafsir Al –Qur’an Al Karim : M. Farid Wajdi
 Tafsir Wasith: Majma’ul bukhutsil Islamiyah.
3. Metode Tafsir Tahlily, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan uruaian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal Surat Al Fatihah hingga akhir Surat An Nas.
 Mafatihul ghaib: Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H).
 Tafsir Al Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (wafat 1371 H/ 1952 M).
4. Metode Tafsir Maudlu’iy. Yaitu suatu penafsiran dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul / satu topik tertentu. dengan memperhatika masa turunnya dan asbabun nuzul ayat, serta dengan mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan memperhatikan hubungan ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk suatu pemasalaha, kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara perpadu.
 Al Mar’ah .Al-Qur’an Fi Al-Qur’an Al-Karim : Abbas Al Aqqad.
 Ar Riba Fi Al-Qur’an Al-Karim : Abul Ala Al Maududi.
B. Metode tafsir bila ditinjau dari segi coraknya atau pendekatan kemampuan mufassir
Kemunculan corak-corak tafsir tidak lepas dari kemampuan para mufasir itu sendiri, diantara corak tafsir adalah corak tafsir fiqhy, corak tafsir falsify, corak tafsir ilmy, corak tafsir tarbawy, corak tafsir ahklaqy, corak tafsir I’tiqady, corak tafsir sufy.
Corak tafsir fiqhy [hukum] yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat hukum dalam al-Quran [ayat al-Ahkam];
 al-Ahkam al-Quran Ibn al-Arabi karnagan Abu Bakar Muhammad bin Abdullah;
 Ahkam al-Quran al-Kiya al-Harisi karya al-Kiya al-Harisi
Corak tafsir falsify [filsafat] yaitu tafsir pendekatan logika pemikiran filsafat
Corak tafsir ilmy [ilmiah] yaitu tafsir pendekatan keilmuan dalam rangka mengungkapka al-Quran.
 Harun yahya
 Ta-tafsir al-Ilmi li al-Ayat al—Kawniyah fi al-Quran; karya Hanafi Ahmad
Corak tafsir tarbawy[pendidikan] yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat tentang pendidikan dalam al-Quran [ayat at-tarbawi];
 Namadzij Tarbawiyah min al-quran al-Karim; karya Ahmad Zaki Tafahah
 Manhaj al-Quran fi at-Tarbiyah; karya Muhammad syadid
Corak tafsir ahklaqy [akhlaq] yaitu yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat tentang pendidikan ahkalaq dalam al-Quran;
 Tafsir an-Nasafi karya al-Imam al-Jalil al-Alamah
Corak tafsir sufy yaitu yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada sufy.
Selain corak-corak tersebut banyak lagi corak yang lain.dimana kemunculan sangat tergantung pada latar belakang seorang mufassir, mazhab yang dianut. Serta dinamika tuntutan perubahan zaman yang terjadi .
2. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu :
1. Sejarah tafsir al-Quran
Sesungguhnya penafsiran al-Quran sudah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad Saw.[571-632M] [periode mutaqaddimiin 1-4 hingga tabi’ at-Tabi’in, periode mutaahkiriin 4-12 periode baru 12-sekarang] dan masih berlangsung hingga sekarang,bahkan pada masa akan mendatang.penafsiran al-Quran sungguh telah menghabiskan waktu yang sangat panjang dan melahirkan sejarah tersendiri bagi pertumbuhan dan perkembang ilmu al-Quran.dan upaya menelusuri sejarah penafsiran al-Quran sangat panjang dan tersebar luas di segenap penjuru dunia apalagi menguraikan secara panjang lebar dan detil.

a. Periode Nabi Muhammad Saw.
Al-Quran menegaskan bahwa tugas utama nubuwwah Nabi Muhammad Saw.adalah menyampaikan muatan al-Quran.berdasarkan dengan itu,Nabi Muhammad diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan al-Quran dan Nabi Muhammad Saw. Telah dinobatkan sebagai mufassir pertama. Dalam [QS sl-maidah,5:67]
                   ••  •      
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[al-maaidah 67]
                
27. Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, Yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari padanya.[al-kahfi 27]
Dalam melaksanakan tugas tersebut ada campur tangan Allah. Seperti yang tercamtu dalam al-Quran [ar-Rahmaan 1-4 dan an-Najm 45]
          
1. (tuhan) yang Maha pemurah,2. Yang telah mengajarkan Al Quran.3. Dia menciptakan manusia.4. Mengajarnya pandai berbicara.[ar-rahmaan 1-4]
Adapun sumber sumber tafsir pada masa Rasullah adalah al-Quran dan Hadis,serta bimbingan Allah dan Malaikatnya secara langsung, yang disebut dengan Tafsir An-Naby atau Tafsir al-Ma’sur. Dan Hanya beliau sendirilah sebagai mufassir tunggal .dalam hal ini. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an pada saat itu secara ijmali, artinya tidak memberikan rincian yang memadai, pada zaman Nabi dan Sahabat, pada umumnya mereka adalah
ahli bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar belakang turunnya ayat [asbab al-nuzul], serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi ketika ayat-ayat al-Qur’an turun. Dengan demikian mereka relatif dapat memahami ayat-ayat al-Qur’an secara benar, tepat, dan akurat.Maka, pada kenyataannya umat pada saat itu, tidak mengitu membutuhkan uraian yang rinci tetapi cukup dengan isyarat dan penjelasan secara global [ijmal]. Itulah sebabnya Nabi tak perlu memberikan tafsir yang detail ketika mereka bertanya tentang pengertian suatu ayat atau kata di dalam al-Qur’an Seperti lafal [ ظلم ] dalam ayat 82 surah al-An’am :
           
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(al-an’am 82)
Ayat ini cukup mengganggu pikiran ummat pada saat itu, karena mengandung makna bahwa mereka yang mencampuradukan iman dengan aniaya tidak akan memperoleh keamanan dan petunjuk. Ini berarti, seakan-akan percuma mereka beriman karena tak akan bebas dari azab, sebab mereka percaya bahwa tak ada di antara mereka yang tidak pernah melakukan aniaya. Tetapi, mereka merasa tenang dan puas setelah Nabi saw menafsirkan [ ظلم ] di dalam ayat itu dengan [ شرك ] dengan mengutif ayat 13 surah al-Lukman, sebagai berikut :
               
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[al-Luqman 13]
Berdasarkan kenyataan historis tersebut, dapat dikatakan bahwa kebutuhan ummat Islam
saat itu terpenuhi olah penaafsiran yang singkat [global], karena mereka tidak memerlukan penjelasan yang rinci dan mendalam. Maka tidak dapat dimungkiri bahwa memang pada abad pertama berkembang metode global [ijmali] dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, bahkan para ulama yang datang kemudian melihat bahwa metode global [ijmali] terasa lebih praktis dan mudah dipahami, kemudian metode ini banyak diterapkan. Ulama yang menggunakan dan menerapkan metode ijmali pada periode awal
para sahabat yang tergabung dalam periode ini baru menafsirkan al-Quran setelah Nabi wafat.
b. Periode Sahabat
Baru setelah beliau wafat, beberapa sahabat mulai menafsirkan al-Qur’an dan mengajarkan pemahaman mereka atas al-Qur’an kepada kaum Muslimin yang lain. Dalam hal ini, sumber utama penafsiran mereka adalah al-Qur’an senndiri,yaitu penyataan al-Qur’an yang mempunyai relevansi yang sama dengan pernyataan al-Qur’an lain yang sedang dibhas dan ditafsirkan. Pada periode Sahabat cara penafsiran al-Quran dengan cara al-Ma’sur,al-Ra’yu sahabat sendir atau ijtihad sahabat tentang tafsi dan
,al-Muqarin membandingkan metode keduanya dan metode ijmaly Selain empat al-khulafa’ al-rasyidun, disarjana-sarjan tafsir yang diakui kehebatannya dari periode Islam yang awal ini antara lain adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abbas (w. 687), ‘Abd Allah ibn Mas’ud (w. 653), Ubayy ibn Ka’b (w. 640), Zayd ibn Tsabit (w. 665), Abu Musa al-Asy’ari (w. 664), dan ‘Abd Allah ibn Zubayr (w. 692). Di antara mereka, yang paling terkemuka adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abbas yang mendapatkan julukan turjuman al-Qur’an (penafsir al-Qur’an). Selain julukan hibr al-ummah (penjaga umat) dan bahr al-‘ulum (lautan ilmu).
c. pada masa tabi’in:
Dengan berlalunya waktu dan wafatnya para mufassir dari kalangan sahabat, sementara belum seluruh ayat-ayat al-qur’an tuntas dijelaskan. Maka para tabi’in pun mulai memasuki bidang ini. Terdapat tiga aliran tafsir utama yang dikembangkan pada pertengahan abad pertamaHijrah oleh para tabi’in ini. Pertama adalah aliran Mekkah yang pakarnya adalah Ibn ‘Abbas, dengan murid-murid seperti Sa’id al-Jubayr (w. Sekitar 712 atau 713). Mujahid ibn Jabr al-Makki (w. 722). ‘Ikrimah (w. 723). Thawus ibn Kaysan al-Yamani (w 724) dan ‘Atha’ ibn Abi Rabah (w. 732). Kedua adalah aliran Irak yang mengakui Ibn Mas’ud sebagai imamnya. Murid-muridnya antara lain adalah ‘Alqama ibn Qays (w. 720), al-Aswad ibn Yazid (w. 694), Masruq ibn al-Ajda’ (w. 682), Mara al-Hamadani (w. 695), ‘Amir al-Sya’bi (w. 723), al-Hasan al-Bashri (w. 738), Qatada al-Sadusi (w. 713). Terakhir adalah aliran Madinah yang, sebagai pusat kekhalifahan Islam, penuh dengan para sahabat dan sarjana-sarjana Muslim terkemuka di sini adalah Ubayy ibn Ka’b. Murid-muridnya antara lain adalah Abu al-‘Aliya (w. 708), Muhammad ibn Ka’b al-Qarzi (w. 735), dan Zayd ibn Aslam (w. 747),
Pada periode tabi’in metode yang banyak digunaka dalam menafsirkan al-Quran adalah Metode al-Muqarin dan al-Maudu’I serta metode sebelumnya [metode yang diterapkan oleh sahabad-sahabad Nabi] karna para tabi’in sebagai penerus ulama-ulama sebelumnya.
d. Pada masa tabi’ at-tabi’in:
Meskipun begitu, ada segolongan ahli dari berbagai kota yang mengumpulkan riwayat dari Nabi SAW, sahabat, atau tabi’inl mereka termasuk periode tababi’ at-tabi’in (pengikut para babi’in), seperti: Uyainah, Waki bin al-Jarrrah, Su’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin Harun as-Salma, dan Abd bin Hamid. Mereka bukanlah mufassir (ahli yang mengkhususkan diri pada bidang tafsir), Melainkan imam-imam di bidang hadis. Oleh karenanya, tafsir bukan tujuan utama mereka. Tafsir pada periode ini hanya dijadikan sebagai salah satu bab dalam kitab hadis mereka. Para imam hadis inilah yang kemudian membuka jalan bagi penulisan karya tafsir yan gmenggunalkan riwayat.
Kelahiran tafsir dalam bentuk tertulis agaknya dapat dikemukakan secara pasti baru pada paruh terakhir abad ke-2 H/ke-8 M.peeiode ini diwakili oleh Muqatil bin Sulaiman dalam karyanya Tafsir Khams Mi’ah Ayah min al-Qur’an (Tafsir 500 Ayat Al-Qur’an), dan Kitab al-Wujuh wa an Naza’ir (Kitab tentang Arti dan Persamaan-persamaan).
Baru pada abad ke-4 H/ke-10 M, literature tafsir benar-benar lahir secara lengkap denganan adanya Jami’ al Bayan ‘an Ta’wil ayi Al-Qur’an (kumpulan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an) yang ditulis oleh Ibnu Jarir at-Tabari (w. 923).dan pada periode tabi’I at-Tabi’in inilah banyak bermunculan macam-macam metode penafsiran al-Quran diantaranya metode tafsir tematik[al-Maudu’i] dalam metode ini,tafsir al-Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial.dan para tabi’n at-Tabii’n tetap mengunakan metode penafsiran yang dilakukan pada masa sebelumnya.




C. KESIMPULSN
















Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu
a. Periode Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad Saw. Telah dinobatkan sebagai mufassir pertama.
Dalam melaksanakan tugas tersebut ada campur tangan Allah.
Adapun sumber sumber tafsir pada masa Rasullah adalah al-Quran dan Hadis,serta Bimbingan Allah dan Malaikatnya secara langsung, yang disebut dengan Tafsir An-Naby atau Tafsir al-Ma’sur. Dan Hanya beliau sendirilah sebagai mufassir tunggal

b. Periode Sahabat
Pada periode Sahabat cara penafsiran al-Quran dengan cara al-Ma’sur,al-Ra’yu sahabat sendir atau ijtihad sahabat tentang tafsi dan al-Muqarin membandingkan metode keduanya dan metode ijmaly
c. pada masa tabi’in:
Dengan berlalunya waktu dan wafatnya para mufassir dari kalangan sahabat, sementara belum seluruh ayat-ayat al-qur’an tuntas dijelaskan. Maka para tabi’in pun mulai memasuki bidang ini. Terdapat tiga aliran tafsir utama yang dikembangkan pada pertengahan abad pertamaHijrah oleh para tabi’in ini adalah aliran Mekkah Kedua adalah aliran Irak Terakhir adalah aliran Madinah
Pada periode tabi’in metode yang digunaka dalam menafsirkan al-Quran adalah Metode al-Muqarin dan al-Maudu’I serta metode sebelumnya [metode yang diterapkan oleh sahabad-sahabad Nabi]
d. Pada masa tabi’ at-tabi’in:
dan pada periode tabi’I at-Tabi’in inilah banyak bermunculan macam-macam metode penafsiran al-Quran diantaranya metode tafsir tematik[al-Maudu’i] dalam metode ini,tafsir al-Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial.dan para tabi’n at-Tabii’n tetap mengunakan metode penafsiran yang dilakukan pada masa sebelumnya.







BAB I
Pendahuluan
Allah ‘Azza wa Jallah telah menurunkan Al Qur’an sebagai pedoman bagi kaum Muslimin, dan tempat berpijak mereka dalam mengarungi kehidupan. Maka selayaknyalah kita merenungi, memahami, mengikuti petunjuknya, dan mengambil pengetahuan darinya. Kemudian menegakkan perintah-perintah dan hal yang disukainya, serta menjauhkan diri dari segala larangan dan hal yang di bencinya.
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيـْكَ مُبَارَكٌ لِّيـَدَّبَّرُواْ آيَاتِهِ وَلِيَتـَذَكَّرَ أُوْلـُو لأَلْبـَاب
Artinya: “(Inilah) kitab yang kami turunkan kepada engkau lagi diberkati, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal.” (QS, Shad: 29)
Dan FirmanNya:
أَفَلاَ يَتـَدَبَّرُونَ ?لـْقـُرْآنَ أَمْ عَلَى? قُلـُوبٍ أَقْفـَا لُهَآ
Artinya: “Tidakkah mereka memperhatikan Al Qur’an?, ataukah hati mereka terkunci?”. (QS, Muhammad: 24)
Firman Allah swt yang lain:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ?لـْقـُرْآنَ لِلـذِّكْرِ فَهـَلْ مِن مُّدَّكِـرٍ (القمر(22
Artinya: “Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an (bagi manusia) untuk jadi pengajaran, adakah orang yang hendak mengambil pelajaran (daripadanya)”. (QS, Al Qamar: 22).
Kemudian untuk memahami dan mengetahui makna yang tersurat maupun tersirat yang ada dalam al-Quran kita membutuhkan penafsiran yang khusus.

BAB II
Pembahasan
Pembagian Tafsir
1. Berdasarkan sumber penafsiran.
Dalam Intepretasi terhadap ayat-ayat al-Quran, para ahli tafsir memiliki banyak perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber yang digunakan. Ada yang intepretasinya menggunakan ayat al-Quran itu sendiri, ada yang menggunakan Hadis, mengunakan ta’wil dan ada pula yang menafsiri al-Quran menggunakan akal pikiran mereka sendiri. Sehingga dengan melihat sudut pandang ini pembagian tafsir berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Tafsir bi al-Ma’tsur.
Tafsir ini juga dapat dikatakan sebagai tafsir bi al-Riwāyah, maksud dari tafsir ini adalah penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan al- Qur’an itu sendiri, atau dengan menggunakan Hadits nabi ataupun dengan menggunakan perkataan dari para sahabat .
b. Tafsir bi al-Ma’qul.
Tafsir ini sesunggunya berpegang pada pemahaman mujtahid itu sendiri, dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata . namun seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metoda tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Ma’tsur. Yang tentunya harus dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain.Tafsir ini juga dapat dikatakan sebagai tafsir bi al-Ro’yi
c. Tafsir bi al-Isyaroh.
Tafsir ini biasa dipakai oleh kalangan sufi karena dalam penafsirannya lebih condong pada isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik ayat-ayat al-Quran yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya ataupun Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang diintepretasian dengan memalingkan maknanya kapada makna yang lain (ta’wil).
2. Berdasarkan Sistematika.
Pembagian tafsir yang selanjutnya adalah berdasarkan sistematika atau urut-urutannya yang dilihat dari kesesuaian penafsirannya dengan tartib ayat ataupun surat dalam al-Quran. Sehingga dapat dikelompkkan memjadi dua yaitu:
a. Musalsal.
Maksud dari kata musalsal disini adalah ikut tetib mushaf dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Jadi dimulai dari surat yang pertama hingga surat yang terahir.contoh tafsir yang memakai sistematika musalsal adalah kitab tafsir jalālain.

b. Maudu’i.
Maksud dari sistematika ini adalah menafsirkan ayat al-Quran berdasarkan tema-tema tertentu sesuai yang dibutuhkan atau Penafsiran dengan mengumpulkan ayat-ayat dengan topik tertentu, dengan memperhatikan asbab al-nuzul dan munasabah antar ayat. Kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara terpadu. Sistematika semacam ini juga sering disebut dengan sistematika Tematik. Contoh kitab tafsir yang menggunakan sistematika ini adalah الـمــرأة فـي الـقــرأن الكــريـم karya Abbas al-Aqqad .
3. Berdasarkan Ideologi.
Pembagian tafsir yang selanjutnya adalah berdasarkan ideologi. Hal ini turut dipengarui oleh firqoh-firqoh yang ada dalam agama islam karena perbedaan sudut pandang aliran yang diorientasikan pada sejarah pada masa sahabat kala itu hususnya yang diawali oleh munculnya kelompok dari yang mendukung(fanatic) terhadap khalifah Ali bin Thalib sampai yang memusuhi khalifah Ali bin abi Thalib. Dari beberapa aliran yang memiliki penafsiran berdasarkan ideology mereka adalah:
a. Sunni atau ahlu al-sunnah wa al-jamaah.
b. Syiah contoh kitabnya
At-Tibyan karya at-Thuusiy.
Al-Ashifiy karya Muhammad bin Murtadha
Al-Burhan karya al-Bahraniy.
Al-Mu’allif karya al-Husainiy.
Tafsir Al-Qur’an karya al-‘Alawiy.
c. Mu’tazilah contoh kitabnya
Fathul Qadir karya asy-Syaukaniy.
Kitab Tafsir al-Kabir dan Kitab Tafsir as-Shaghir karya al-Muradi
Tafsir Ghariibul-Qur’an karya Imam Zaid bin Ali bin Yazid
a. contoh kitabnya
Tafsir Abdurrahman bin Rustum al-Farisiy
Tafsir abi Ya’qub al-Warjalaaniy.
Daa’il-‘Amal lii al-Yaumi al-Amal. Karya Muhammad bin Yusuf Athfaisy
4. Berdasarkan pendekatan atau orientasinya.
Merupakan sekumpulan dari Mabadi’ (dasar pijakan), pemikiran yang jelas yang tercakup dalam satu teori dan yang mengarah pada satu tujuan. (M. Syarif Ibrahim).
Yang dimaksud di sini adalah arah penafsiran yang menjadi kecenderungan mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dari kecenderungan-kecenderungan ini, muncullah aliran-aliran tafsir, semisal Tafsir al-Fiqhi, I’tiqadi, dll.
a. Lughawi/ Adabi
Yaitu Penafsiran yang menitik beratkan pada aspek bahasa. Contoh : al-Kasyyaf karya az-Zamakhsari.
b. Tafsir al-Fiqhi
Yaitu Penafsiran yang titik sentralnya pada bidang hukum / fiqih.
Contoh ; Al-Jaami’ul-Ahkam karya Al-Qurthubi.


c. Tafsir Shufi
Yaitu Penafsiran yang kajiannya menitik beratkan pada unsur-unsur kejiwaan. Contoh : At-Tafsir al-Mansub karya Ibnu ‘Arabi.
d. ‘Ashri / Ilmi
Yaitu Tafsir Al-Qur’an beraliran modern / ilmiah, dengan titik sentral pada ilmu pengetahuan umum, terutama melalui Ayat-ayat kauniyah (alam fisika). Contoh : Al-Jawaahir karya Thantawi Jauhari.
e. Tafsir Ijtima’iy
Yaitu Penafsiran yang melibatkan kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat. Contoh ; Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha & Muhammad Abduh.

BAB III
Kesimpulan
Para mufasir yang mempunyai kecenderungan tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an itu akan menimbulkan aliran-aliran tafsir al Qur’an. Diantaranya seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa tafsir-tafsir al-Quran yang telah muncul di hadapan kita merupakan pembiasan dari background kehidupan mufasir itu sendiri dalam menguliti isi daripada kandungan al-Quran.
Menurut Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA bahwa aliran tafsir al Qur’an ada tujuh yakni: tafsir lughawi / adabi, al fiqhi / ahkam, shufi / isyari, I’tizali, syi’i / bathini, aqli / falsafi, ilmi / ashri. Sedangkan menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, aliran (corak) tafsir ada: corak fiqhiy, shufiy, ilmiy, bayan, falsafiy, adabiy, ijtima’iy.


DAFTAR PUSTAKA
- Syaikh Tsana’ullah Al Hindi, Tafsirul Qur’an bikalam Ar Rahman, Daarus Salam Lin Nasyr wat Tawzi’ Cet.I (1423H/2002M), Riyadh.
- Syaikh Manna’ Khalil Al Qattan, Mabahits fi Ulum Al Qur’an.
- Abu Hayan, Al Bahrul Muhith. Juz I.
- Said Aqil Husain al-Munawwar (kata pengantar-Ali Hasan al-aridl), Sejarah dan Metodologi tafsir, tarj. Ahmad Akrom (Jakarta: Rajawali Press, 1992).
- Abd al Hay al Farmawi, muqaddiamah fi al tafsir al maudhu’I (Kairo: al hadharah, 1977)
- Prof Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA, Memahami Al-Qur’an, (Surabaya: Indra Media, 2003)
- Syaikh Muhammad Ali Ash Shobuni.
- DR. Muhammad Husain Adz Dzahabi, At Tafsir wa Al Mufassirun.
- Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA, Pembagian Tafsir Kontemporer (Aliran Tafsir).
- Abu Zaid.2005. Tekstualitas Al-Qur’an Kritik Terhadap Ulumul Qur’an.Yogyakarta: Lkis.
- David. The Concise Oxford French Dictionary.
- Izzan Ahmad, 2007. Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur.
- Ilyas Hamim, 2004. Studi Kitab Tafsir. Yogyakaarta: Teras.
- Jalaludin Al-Syayuti. 1997. Al-Itqān Fī Ulữm Al-Qur’an. Libanon: Bairut. Juz 2.
- Manna’ Al-Qatthan. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
- Mana’ Al-Qatthan,2002. Mabǎhis Fī Ulǔm Al-Qur’an. Kairo: Maktaabah Wahbah.
- Tim, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
- Widodo. 2002. Kamus Ilmiah Popular, Yogyakarta: Absolute
- Warson Ahmad,2002. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia.Surabanya:Pustaka Progressif.
- Zuhdi Muhzar,1996. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
- Ahmad Izzan Dr.MA, metodologi ilmu Tafsiri,tafakkur
- Dr. M. Qurais sh, Membumikan Al-Quran. Penerbit Mizan,Bandung
- Dr. Subhi As-Shalih, mabahis fi ulumil Quran Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta
- Ensiklopedia juz 5 (Ulumul Qur’an) volum II no. 5 s/d 9.
- Muhammad abu salma www.islam hous.com
- Muin Salim MA Prof.Dr, Metodologi Ilmu Tafsir, teras, yogyakarta
- Prof. Dr. H. M Ridlwan Nasir MA.Memahami Al Qur’an Pespektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin
-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih infonya. jzk

Posting Komentar